Bulan Ramadhan 1429 H kemarin, saya sekeluarga besar mudik ke kampung halaman. Yaitu di Sumatra barat, tepatnya didaerah Bukittinggi. Keluarga besar saya pergi naek BUS pariwisata yang di sewa selama seminggu. Saya sendiri berangkat naik pesawat 3 hari setelah mereka berangkat, karena ada urusan kerjaan. Walaupun saya orang Minang, tapi saya sadar, itu hanya keturunan. Bapak ibu saya pun seperti itu. Mereka lahir dari keluarga minang, walaupun mereka sendiri lahir dan besar di Jakarta. Saya pun demikian.Saya lahir di Bengkulu dan besar di Jakarta. Jadi, pulang kampung kemarin tidak seperti seseorang yang memang benar-benar rindu akan kampung halamannya. Tapi lebih ke bertamasya ke Ranah Minang.
Sesampainya di Bandara, saya di jemput oleh Bapak dan Abang saya, menggunakan mobil sewaan. Jarak dari bandara ke rumah keluarga saya lumayan jauh. Hampir menempuh satu jam perjalanan. Yang saya amati selama perjalanan itu adalah, mengapa jarang sekali adanya lampu penerang jalan. Banyak sekali wilayah yang gelap gulita. Padahal itu merupakan jalan utama perkotaan. Ada apa dengan Ranah Minang ini??? Kemana pemerintahan kotanya?? Sayang sekali, wisata Sumatra Barat yang menjadi sasaran turis asing karena adat matrilinearnya malah tidak dimaksimalkan.
Itu pun belum berakhir. Di hari ke tiga kami disana, kami sekeluarga pergi bertamasya ke Wisata " Danau di atas Danau di bawah", sebuah daerah Wisata di Sumatra Barat, dimana kita dapat melihat sebuah danau sekaligus, yang satu danau diatas pandangan kita, yang satu lagi dibawah pandangan kita.
Bus kami pun mulai memasuki loket tiket masuk ke wisata itu, Kami membayar 60 ribu. Lalu bus kami pun menaiki jalan yang lumayan terjal untuk bisa mencapai tempat pemandangan itu. Dan ketika kita sampai disana, ada 2 orang yang menghampiri kami, dan dengan bahasa padang meminta uang masuk kepada kami. Saya pun bingung. Uang apa lagi nih??? Tadi kan udah bayar....
Dan yang membuat saya kaget adalah bagaimana kondisi tempat wisata itu. Tidak terawat. Kotor. Kamar mandinya menjijikan. Benar-benar parah. Sampah dimana-mana. Premanisme dan pungli pun merajalela.
Kalau di Jakarta, uang dari tiket masuk di berikan ke Pemda untuk kemudian digunakan untuk mengembangkan daerah wisata tersebut. Walaupun tidak dipungkiri mungkin ada penyelewengan disana, tapi setidak nya Kota Jakarta tau benar bagaimana memperlakukan orang yang ingin berwisata.
Potret wisata sumatra barat seperti secara tidak langsung membuat saya kecewa. Biarpun mungkin saya tidak lahir disana, tidak besar disana, dan bahkan saya tidak bisa bahasa padang, tapi saya tetap merasa saya orang padang. Dan disini lah kampung saya. Bagaimana saya menceritakan ke orang luar tentang keindahan kampung saya, jika seperti ini keadaannya??
Bukan hanya di tempat wisata "Danau diatas danau dibawah". Sekian banyak tempat wisata yang saya kunjungi selama disana, juga menampilkan pemandangan yang sama. Benar-benar menyedihkan. Semoga kedepannya Pemda Sumatra Barat bisa lebih memperhatikan aset kampung halamannya.
Friday, March 6, 2009 6:30 PM
Wisata Sumatra Barat Yang Memprihatinkan
Subscribe to:
Post Comments (RSS)
0 Comments On "Wisata Sumatra Barat Yang Memprihatinkan"
Post a Comment